Kota Langsa, Harian Analisa – Mencermati perkembangan terakhir, terkait maraknya penebangan hutan mangrove di wilayah pesisir pantai Kota Langsa dan sekitarnya harus segera dihentikan. Hal ini di sampaikan oleh ketua Perhimpunan Masyarakat Langsa (PERMASA) Firmansyah, di Banda Aceh.
Ia menyatakan prihatin dan meminta aparatur terkait untuk segera menghentikan kegiatan penebangan hutan mangrove di pesisir pantai tersebut jika itu dilakukan tidak sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya, Rabu (1/2/2023).
Hutan mangrove Langsa yang luas begitu indah memukau. Bahkan baru-baru ini menyabet gelar juara 1 Anugerah Pesona Indonesia (API) 2022.
Kategori Brand Parawisata Terpopuler dari Kemenparekraf RI. Ia Juga menjadi Juara Terfavorit Untuk Semua Kategori API 2022 tersebut. “Hutan mangrove Langsa adalah kawasan hutan mangrove di rawa pesisir Kota Langsa di Aceh,” ujarnya.
Dikatakan, memegang gelar hutan mangrove terlengkap di Asia Tenggara karena memiliki koleksi 32 jenis mangrove. Dan yang terpenting dengan keberadaan hutan mangrove tersebut, telah memberikan sumbangan yang besar terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan juga Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Kota Langsa.
Oleh karena itu hutan mangrove sebagai sumber pendapatan orang banyak dan tempat hidup berbagai fauna tersebut seharusnya tetap terjaga dan lestari, serta terhindar dari berbagai tindak kejahatan lingkungan.
“Karena itu para pihak yang memiliki otoritas untuk menjaga, mengelola, mengawasi dan melindungi ekosistem bakau (mangrove) tersebut harus segera bertindak,” katanya.
Sementara itu Sekretaris PERMASA TM Zulfikar, yang juga aktivis dan pemerhati lingkungan Aceh mengatakan bahwa sangat disayangkan jika ekosistem mangrove seluas lebih kurang 8000 hektar yang seharusnya dilindungi tersebut justru dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Jika kejahatan lingkungan yang terjadi di wilayah hutan bakau (mangrove) tersebut dibiarkan, maka lambat laun ekosistem tersebut akan rusak dan luas kawasan tersebut juga akan terus berkurang.
“Kita sadari bahwa permintaan kayu arang oleh para penampung atau cukong-cukong kayu arang sangat tinggi,” jelasnya.
Dikatakan, sudah saatnya pengawasan dan tindakan pencegahan terkait kegiatan illegal pembalakan pohon bakau (mangrove) bisa dihentikan. Jadi jika alasan kebutuhan ekonomi, seharusnya tidak menjadi alasan untuk merusak ekosistem mangrove tersebut.
“Pola pikir harus diubah, dengan semakin banyak bencana yang terjadi saat ini, maka dengan melestarikan hutan dan lingkungan, justru ekonomi kita akan semakin baik dan meningkat,” ungkapnya.
Dengan rusaknya lingkungan dan hutan, bencana yang terjadi akan semakin sering dan kerugian ekonomi juga akan meningkat, tambahnya.***